ANALISAPOS.COM-OPINI-Dalam dinamika kehidupan modern yang penuh tantangan, sering kali profesi wartawan disalahpahami. Ada anggapan keliru yang menyebut bahwa menjadi wartawan adalah pilihan terakhir pekerjaan pelarian bagi mereka yang gagal meniti karier di bidang lain. Pandangan ini tidak hanya keliru, tetapi juga merendahkan martabat sebuah profesi yang justru menuntut keberanian, integritas, dan ketajaman intelektual.
Wartawan sejati tidak lahir dari kebetulan, apalagi dari kegagalan. Ia lahir dari tekad untuk menyuarakan kebenaran, membela kepentingan publik, dan menjadi mata serta telinga masyarakat atas berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka.
Profesi ini bukan tempat bersembunyi, tetapi justru panggung terdepan dalam menghadapi risiko: dari tekanan kekuasaan, ancaman fisik, hingga bahaya medan liputan.
Menjadi wartawan berarti bersedia bekerja di bawah tekanan waktu, menyusun fakta dengan jujur, dan menulis tanpa keberpihakan.
Ia dituntut memahami hukum, etika, bahasa, teknologi, bahkan psikologi. Wartawan yang andal tidak hanya bisa menulis, tetapi juga berpikir kritis, cekatan menggali data, serta berani mengambil keputusan dengan tanggung jawab moral yang tinggi.
Justru mereka yang menjadikan profesi ini sebagai pelarian, cepat atau lambat akan tersingkir oleh zaman. Karena dunia jurnalistik menuntut dedikasi, bukan basa-basi. Ia bukan tempat bagi mereka yang hanya ingin terlihat sibuk atau sekadar mendapatkan kartu identitas untuk masuk ke ruang-ruang kekuasaan.
Maka, penting bagi masyarakat, institusi pendidikan, hingga pemerintah, untuk mengembalikan marwah jurnalisme sebagai profesi terhormat. Wartawan bukan pelarian, tapi penjaga gawang demokrasi. Mereka adalah penyaring informasi, penjelas realitas, dan pengingat nurani bangsa.
Hanya dengan pemahaman yang benar tentang esensi profesi ini, kita bisa menghargai kerja keras para jurnalis di lapangan. Dan hanya dengan wartawan yang benar-benar profesional dan berintegritas, media akan kembali menjadi sumber informasi yang mencerahkan, bukan sekadar penggiring opini.
Singkatnya, profesi wartawan bukan tempat pelarian. Ia adalah panggilan jiwa.