K |
asus kekerasan seksual dan asusila dibawah umur di Indonesia nampaknya tak kunjung usai, kian hari menambah panjang daftar cerita dan motif para pelaku. Pemerintah telah melakukan berbagai macam analisis untuk mengetahui akar persoalan hingga ditemukan solusinya. Namun sayang, analisanya masih belum tepat sasaran dan tak menyentuh akar persoalan.
Di kutip dari laman www.idntimes.com (26/08/2023), Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah. Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik.
Dia mengimbau agar orang tua juga bisa menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi.
Indra juga mengatakan, ''Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual.
Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga”.
Pada dasarnya, kasus kekerasan seksual tidaklah cukup dari keluarga saja, melainkan masyarakat dan negara harus ikut andil mengambil peran. Terkhusus negara, adalah pilar utama melindungi masyarakat.
Tidak dipungkiri, keluarga sangat berperan dalam membentuk kepribadian anak.
Namun ditengah gempuran kesulitan ekonomi, banyak orang tua (ayah dan ibu) bekerja siang malam meninggalkan keluarganya.
Pada akhirnya mereka kehilangan waktu untuk memberikan pendidikan terhadap anak. Disamping itu, kesibukan duniawi telah menyita waktu mereka untuk memperdalam ilmu agama, sehingga mereka tidak punya bekal dalam memberikan pendidikan berkualitas di lingkungan keluarga.
Hanya dengan menuntut keluarga saja untuk mencegah kekerasan seksual tentu bukan solusi yang tepat.
Namun perlu diperhatikan semua hal yang menghambat keluarga dalam proses pendidikan terhadap anak.
Diantaranya dengan menyelesaikan masalah perekonomian masyarakat agar semua keluarga dapat fokus dalam membina keluarga.
Tidak hanya itu, negara juga harus menghilangkan semua faktor pemicu kejahatan seksual. Sistem pergaulan bebas yang diterapkan saat ini telah nyata menghasilkan kerusakan.
Pergaulan bebas telah menghantarkan perzinaan, kekerasan seksual, hamil di luar nikah, aborsi, bahkan pembunuhan. Apabila pergaulan bebas masih dibiarkan, maka keluarga sangat sulit menjaga anak-anaknya saat berada di luar rumah.
Selain itu, adanya media yang merusak semua kalangan, baik anak-anak, remaja maupun dewasa seakan tidak menjadi soal. Padahal sejatinya, pembiaran media yang berbau porno akan menjerumuskan seseorang untuk melakukan seks bebas dan berujung pada kekerasan seksual.
"Dengan semua ini, lahirlah predator seksual yang menjamur dan memangsa siapa saja.
Bahkan yang paling menyakitkan, kekerasan seksual justru dilakukan oleh keluarganya sendiri, yaitu ayah, kakek, paman, kakak dan lainnya. Lantas bagaimana mungkin pencegahan kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sedangkan mereka adalah pelakunya”??
Di sisi lain, sanksi yang diterapkan tidak membawa efek jera pada pelaku. Sanksi yang telah diputuskan di pengadilan tinggi bisa saja berubah dengan adanya kasasi. Di negeri ini, hukum mudah saja dibeli.
Untuk keluar dari masalah ini, ada solusi alternatif yang mampu menyelesaikan kekerasan seksual, yakni dengan menerapkan ajaran agama dalam seluruh aspek kehidupan.
Islam memandang ada tiga unsur penting yang harus diwujudkan. Pertama: ketakwaan individu, kedua: kontrol masyarakat, ketiga:peran negara.
Individu bertakwa dapat dibentuk dimulai dari pendidikan keluarga. Setiap keluarga wajib mendidik anak-anaknya dengan Islam.
Para orang tua diwajibkan untuk memperdalam ilmu agama karena merupakan fardhu ain. Untuk membantu orang tua, negara akan menerapkan sistem pendidikan berdasarkan kurikulum Islam. Sehingga dimanapun anak berada akan senantiasa terdidik dengan agama.
Masyarakat juga harus melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar ketika melihat kemaksiatan di depan mata. Abainya masyarakat terhadap kemaksiatan, menjadikan kejahatan semakin merajalela.
Di Samping itu negara wajib menerapkan aturan yang berlandaskan akidah, yaitu dengan menerapkan sistem pergaulan Islam. Interaksi laki-laki dan perempuan wajib terikat dengan hukum syarak. Islam tidak mengakui kebebasan berprilaku berdasarkan hawa nafsu.
Adapun media berbau pornografi dan pornoaksi akan ditutup sehingga tidak bisa diakses oleh siapapun.
Setelah berbagai upaya sudah dilakukan, akan tetapi kejahatan seksual masih dilakukan, maka solusi terakhir dengan memberikan sanksi yang sangat tegas yang mampu memberikan efek jera.
Sanksi bagi kejahatan seksual dapat berbagai macam bentuknya, tergantung tingkat kejahatan yang dilakukan.
Dalam Hukum Islam misalnya, Apabila sudah sampai ke taraf pemerkosaan maka sanksi bagi pelakunya seperti sanksi orang yang berzina. Pelaku yang sudah menikah akan dirajam sampai mati.
Wallahu'alam...